Jumat, 28 September 2012

Panduan Memimpin Hajatan Berbahasa Jawa

Dalam tradisi masyarakat muslim di Jawa, termasuk di Kabupaten Grobogan, kita mengenal istilah kajatan, kenduren, kondangan, selametan, bancaan, dan sebagainya. Semua istilah itu mengarah dalam sebuah kegiatan shodaqohan berupa makanan yang dilakukan oleh seseorang ketika memiliki hajat seperti mantu (menikahkan anak), sunatan (mengkhitankan anak), tasyakuran, mendhak (memperingati setahun kematian), nyewu (memperingati seribu hari kematian), mitoni (mendoakan saat 7 bulan kehamilan), dan lain sebagainya.  
           
Saat hajatan, tuan rumah (shohibul hajat) mengundang tetangga sekitar, keluarga, handai tolan, dan relasi untuk datang ke rumah, kemudian melakukan doa bersama sesuai dengan hajatnya, yang dipimpin oleh seorang tokoh agama setempat seperti modin, kiai, ustad, dan lain sebagainya.
            Nah, buku mungil berjudul “Serat Tanduk (Ujub-ujub) Tuwin Donga Wilujengan” karya Turmudi ini berisi panduan bagi tokoh agama dalam memimpin sebuah hajatan. Di dalamnya terdapat contoh-contoh teks/naskah dalam berbahasa Jawa yang bisa dijadikan sebagai panduan bagi seorang tokoh agama ketika mengikrarkan hajat seseorang, seperti ketika mengikrarkan acara syukuran, walimahan (mantu), pitonan (tujuah bulan kehamilan), wiyosan lare (kelahiran anak), dan lain sebagainya. Setiap teks/naskah kemudian dirangkai dengan contoh doa-doa keselamatan (wilujeng) yang disesuaikan dengan jenis hajatnya. 

10 komentar: